Jumat, 27 Februari 2009

UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003



UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN
{Study Kritis pada BAB PELINDUNGAN, PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN}

A. PENDAHULUAN
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah yang menarik untuk diperhatikan, perkerja atau buruh adalah ujung tombak berjalannya sebuah perusahaan dan industri, namun keberadaannya kurang mendapatkan perhatian yang serius dari para pengusaha yang memperkerjakannya.
Sebagai sebuah Negara yang berkembang (pada masa orde baru) atau Negara dunia ketiga/miskin (pada masa sekarang), masalah ketenagakerjaan sangatlah menyedihkan, seorang tenaga kerja tidak memiliki posisi tawar yang kuat terhadap pengusaha. Disamping karena masih tingginya tingkat pengangguran dan masih rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki.
Dari tingkat kesejahteraan juga sangatlah menyedihkan tingkat kesejahteraan yang dimiliki oleh para pekerja, karena tingkat upah minimum yang mereka terima masih lebih rendah jika dibanding tingkat kebutuhan minimum yang ada, begitu juga dengan pelindungan kerja yang mereka terima. 
Kita berharap dengan adanya UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat mengangkat harkat dan kesejahteraan mereka, namun apakah undang-undang tersebut akan mampu mengangkat tingkat kesejahteraan para pekerja atau buruh kita.

B. PERLINDUNGAN
Pada pasal 68 dikatakan “pengusaha dilarang memperkerjakan anak”. Namun apakah hal tersebut dapat dilaksanakan oleh parang pengusaha, banyak sekali kita temukan perusahaan-perusahaan yang memperkerjakan anak-anak, dimana rata-rata mereka bekerja setelah menyelesaikan pendidikan menengah pertamanya, jika kita mengacu pada pasal 1 ayat (26) disana dikatakan “Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.”
Namun semua itu juga hanya salah para pengusaha karena dalam undang-undang tersebut juga memberikan pengecualian, seperti yang tercamtum pada pasal 69 ayat (1,2,3), dimana pengusahaan dapat memperkerjakan anak usia antara 13 tahun sampai dengan 15 tahun.
Ketika dimana perkerjaan tersebut tidak mengangu perkembangan kesehatan fisik, mental dan social dari anak tersebut dan tentu saja dengan adanya izin dari orang tuanya, perjanjian antara wali dengan pengusaha, waktu maximum 3 jam sehari, tidak mengangu sekolah.
Tapi apakah semua itu terlaksana dalam kenyataannya, apakah semua perusahaan yang memperkerjakan anak dibawah 18 tahun memiliki izin dari orangtuanya, dan apakah mereka juga bekerja hanya maximum 3 jam dalam sehari, tentu saja kenyataan dilapangan tidak semacam itu. Banyak sekali anak-anak yang berkerja sesuai dengan jam kerja pada pekerja dewasa.
Pada pasal 76 ayat (1) dikatakan bahwa “Pekerja/buruh yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang diperkerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00”. Namun kenyataan dilapangan banyak sekali kita temui pekerja/buruh wanita yang berusia dibawah 18 tahun berkerja antara jam tersebut.
Pada pasal 76 ayat (3) dikatakan bahwa “Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 wajib: a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan b. menjaga kesusilaandan keamanan selama ditempat kerja” apakah pasal ini juga sudah dilaksanakan oleh para pengusaha, mungkin untuk yang hurup b sudah dapat dilaksanakan, tetapi apakah untuk yang huruf a sudah dilaksankan? Dan pada kenyataan dilapangan hal tersebut belum dilaksanakan oleh para pengusaha, dan jikapun adanya ada yang melaksanakan jumlahnya sangat kecil.
Pada pasal 76 (4) yang mewajibkan pengusaha yang memperkerjakan buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00 wajib menyediakan angkutan. Hal ini ditetapkan dengan harapan keamanan dan keselamatan pekerja dijalan akan terjamin, namun pada kenyataannya banyak sekali perusahaan yang tidak melaksanakannya, bahkan yang sudah melaksanakanpun ada yang yang membatalkan atau meniadakan angkutan tersebut.
Bukan hanya pasal-pasal tentang pelindungan pekerja yang masih banyak belum dilaksanakan oleh para pengusaha, ternyata waktu kerjapun masih banyak yang belum banyak dilaksanakan oleh para pengusahaan.
Jika kita mengacu pada pasal 77 maka waktu kerja maksimal yang wajib dilaksanakan oleh pengusaha maximal adalah 42 jam, namun kenyataan dilapangan banyak sekali kita temukan perusahaan yang mempekerjakan pekerjanya/buruhnya lebih dari waktu ,maksimal tersebut, rata-rata perusahaan menetapkan jam kerjanya antara pukul 07.00 sampai dengan 15.00 lalu 15.00 sampai dengan 23.00 dan 23.00 sampai dengan 07.00 atau 8 jam sehari dan 6 hari dalam seminggunya.
Sehingga kelebihan waktu yang sekitar 6 jam, yang seharusnya masuk waktu lembur tidak didapatkan oleh para pekerja atau buruh, dalam hal ini tentu saja pekerja atau buruh dirugikan.

C. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pada pasal 86 ayat (1) huruf (b) disebutkan bahwa para pekerja atau buruh berhak atas keselamatan dan perlindungan moral dan kesusilaan, namun sering sekali kita lihat dalam berita, banyak sekali pekerja atau buruh yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi, seperti pelecehan sex, hal ini khususnya banyak diterima oleh pekerja pembantu rumah tangga yang sebagian besar korbannya adalah wanita.
Serta dari segi berpakaian, banyak sekali kita jumpai para pekerja atau buruh wanita pada sebuah perusahaan yang memakai pakaian yang sangat minim, dimana sebagaian besar hal itu terjadi karena adanya peraturan dari perusahaan.
Demikian halnya pada huruf (c) pada pasal dan ayat yang sama, penerapan nilai-nilai keagamaan juga dibatasi atau bahkan dilarang sama sekali, kita ambil contoh di perusahaan textil SRITEX yang terdapat di Sukoharjo, seorang wanita yang berjilbab harus memakai rok yang selutut karena memang aturan dari perusahaan demikian
Hal tersebut secara tidak langsung telah membatasi seseorang untuk melaksanakan ajaran dari agamanya dengan secara benar dan konsekwen.

D. PENGUPAHAN


0 komentar:

Posting Komentar

 

:::ifand zone::: Copyright © 2008 D'Black by Ipiet's Blogger Template